Sragen Online
Informasi Seputar Kabupaten Sragen Dan Daerah Sekitarnya
GOR Diponegoro Sragen
GOR Diponegoro sragen merupakan tempat dimana masyarakat Sragen dapat menyalurkan hobi berolah raganya. Sebelum dibangun menjadi sebuah gedung olah raga, tempat tersebut merupakan tempat pemakaman orang Cina. Ketika Bupati masih dijabat oleh Bapak Suryanto PA, pemakaman orang Cina tersebut dipindah ke Gunung Banyak, tanah di jalan Perintis Kemerdekaan itu kemudian didirikan sebuah gedung olah raga. Drs. Harjuno Toto, MM, Kepala Bidang Aset Dinas Tata Kota Kabupaten Sragen menuturkan, nama DIPONEGORO diambil dari nama pejuang Indonesia yang bernama Pangeran Diponegoro. Harapannya, setiap orang yang melakukan aktivitas olah raga di GOR Diponegoro ini juga memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak pantang menyerah seperti Pangeran Diponegoro. Seiring berjalannya waktu setelah tonggak kepemimpinan ditangan Bupati Sragen H. Untung Wiyono, GOR Diponegoro ditetapkan sebagai tempat olah raga dan rekreasi. Mulai dari tahun 2005, telah dibangun fasilitas – fasilitas tambahan berupa gedung badminton, gedung senam lantai, senam alat / fitnes, gedung tinju, panahan, gedung tenis meja, taman bacaan, mushola, panjat tebing, arena bermain anak, jalur refleksi, arena skate board dan free style bike dan beberapa fasilitas olah raga lain. Semua gedung-gedung olah raga tersebut lengkap dengan sarananya. Dengan penambahan fasilitas ini masyarakat Sragen dapat menikmati berolah raga maupun berekreasi. Mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olah raga, adalah salah satu tujuan dibangunnya fasilitas – fasilitas yang dibangun di dalam GOR DIPONEGORO. GOR DIPONEGORO dibawah pengelolaan Dinas Tata Kota. DTK ( Dinas Tata Kota) Bidang Aset. Bidang Aset DTK, selain mengelola GOR Diponegoro juga memelihara aset atau bangunan lainnya di Sragen yaitu gedung Kartini, gedung KNPI, Lapangan Taruna, Alun – Alun, Bumi Perkemahan, Padepokan Mas Karebet dan Pacuan Kuda. Awalnya, GOR Diponegoro selain tempat untuk berolah raga juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang lain seperti, konsesr musik atau parade seni budaya. Namun sekarang GOR Diponegoro hanya dikhususkan untuk kegiatan olah raga dan rekreasi saja. Menurut Drs. Harjuno Toto, hal tersebut dikarenakan agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat dalam berolahraga maupun berekreasi. Bahkan untuk mewujudkan GOR Diponegoro sebagai tempat yang bersih dan nyaman untuk berolah raga, pihak pengelola mengeluarkan aturan yang tidak memperbolehkan merokok di lingkungan GOR Diponegoro. Dinas Tata Kota juga telah menyediakan tempat-tempat sampah yang terdiri dua jenis tempat sampah yang berbeda, organik atau an organik, supaya masyarakat dapat memilah – milah sampah yang mereka buang. Untuk menjaga kebersihan dan keamanan GOR, ada delapan orang yang setiap hari membersihkan seluruh wilayah GOR dari pukul empat pagi sampai pukul dua belas siang. Selain itu ada Petugas piket dari Dinas Tata Kota yang secara bergiliran menjaga GOR. Dilingkungan GOR juga disediakan fasilitas taman bacaan yang dikelola oleh UPTD Perpustakaan Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen. Setiap hari taman bacaan tersebut terbuka untuk umum selama jam kerja. Masyarakat yang akan maupun selesai melakukan aktivitas oleh raga banyak yang menikmati fasilitas ini. Banyak sekali event-event olah raga yang telah dilakukan di GOR Diponegoro. Tahun 2007 lalu telah dilaksanakan lomba Barongsai tingkat Nasional, Kejurnas Bola Volly Yunior tingkat nasional, Bupati Cup tenis meja, maupun Kejuaran Pencak Silat. Saat ini di GOR Diponegoro sedang diselenggarakan Kapolres Sragen Cup 2008. Pertandingan ini diikuti oleh empat perwakilan tim bola volly putra dan putri dari masyarakat eks kawedanan Sragen, Gemolong, Gondang, Gesi dan satu tim putra putri dari Polres Sragen. Hari ini mereka bertanding memperebutkan juara satu sampai empat. Selain event – event kejuaraan, setiap hari GOR Diponegoro juga dipenuhi oleh siswa siswi dari sekolah – sekolah sekitar lingkungan GOR Diponegoro baik dari tingkat Taman Kanak – Kanak sampai tingkat Sekolah Menengah Atas. Pada hari Rabu dan Jumat, tempat tersebut digunakan untuk senam pagi oleh PNS di lingkungan Pemkab Kabupaten Sragen.
Sumber : http: www.sragenkab.go.id
Sumber : http: www.sragenkab.go.id
Bebek Goreng Pak Slamet Solo
Warung bebek goreng Pak Slamet terletak di Sedahromo Lor RT 01 RW 07 Kartosuro. Pak Slamet mulai berjualan bebek goreng pada tahun 1986 di pinggir jalan Solo-Jogja, dan sejak tahun 1992 pindah ke dalam kampung Sedahromo Lor karena terkena pelebaran jalan.
Saat ini warung H Slamet memiliki 17 karyawan yang bekerja di bagian dapur [12 orang] dan pelayanan [5 orang]. Bu Baryatin, istri H Slamet menjadi komandan di bagian dapur dan H Slamet sendiri menjadi pengawas di bagian pelayanan.
Kami sampai di warung H Slamet sekitar jam 11.15, agak terlalu cepat untuk makan siang, namun suasana warung sudah sangat ramai, penuh dengan pengunjung yang menikmati makan siang. Beruntung kami masih memperoleh satu meja kosong dengan tempat duduk lesehan di atas tikar. Kami pun kemudian memesan menu makan siang. Saya dan Bima memesan dada bebek goreng, Ibunya Afa memesan paha bebek goreng da Afa memesan kepala bebek goreng. Sedangkan untuk minuman kami memesan teh manis dan jeruk panas.
Pesanan kami datang tidak lama kemudian. Bebek goreng disajikan dalam satu piring, lalapan dalam piring yang lain dan samabal koreknya disajikan dalam cobek tanah liat.
Bebek goreng adalah menu andalan di rumah makan ini. Bebek goreng menggunakan bahan bebek apkiran yaitu bebek yang sudah bertelur 4 kali selama kurang lebih 2 tahun. Penggunaan bebek apkiran ini karena dagingnya tidak mudah hancur seperti kalau menggunakan bebek muda. Bebek goreng ini direbus dulu bersama dengan bumbu sebelum digoreng, sehingga bumbunya meresap dan empuk.
Saat ini warung H Slamet memiliki 17 karyawan yang bekerja di bagian dapur [12 orang] dan pelayanan [5 orang]. Bu Baryatin, istri H Slamet menjadi komandan di bagian dapur dan H Slamet sendiri menjadi pengawas di bagian pelayanan.
Kami sampai di warung H Slamet sekitar jam 11.15, agak terlalu cepat untuk makan siang, namun suasana warung sudah sangat ramai, penuh dengan pengunjung yang menikmati makan siang. Beruntung kami masih memperoleh satu meja kosong dengan tempat duduk lesehan di atas tikar. Kami pun kemudian memesan menu makan siang. Saya dan Bima memesan dada bebek goreng, Ibunya Afa memesan paha bebek goreng da Afa memesan kepala bebek goreng. Sedangkan untuk minuman kami memesan teh manis dan jeruk panas.
Pesanan kami datang tidak lama kemudian. Bebek goreng disajikan dalam satu piring, lalapan dalam piring yang lain dan samabal koreknya disajikan dalam cobek tanah liat.
Bebek goreng adalah menu andalan di rumah makan ini. Bebek goreng menggunakan bahan bebek apkiran yaitu bebek yang sudah bertelur 4 kali selama kurang lebih 2 tahun. Penggunaan bebek apkiran ini karena dagingnya tidak mudah hancur seperti kalau menggunakan bebek muda. Bebek goreng ini direbus dulu bersama dengan bumbu sebelum digoreng, sehingga bumbunya meresap dan empuk.
Keraton Mangkunegaran
Pura Mangkunegaran atau Puro Mangkunegaran dalam pelafalan bahasa Jawa, adalah salah satu istana yang ada di kota Solo, meskipun bentuknya lebih kecil dari Keraton Surakarta, namun keindahannya masih terlihat hinggaga sekarang. Seperti yang disebutkan di berbagai sumber, Pura Mangkunegaran dibangun setelah Perjanjian Salatiga di tahun 1757. Sama halnya seperti Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran juga mengalami perubahan pada arsitektur bangunannya, yang bisa dilihat dari percampuran gaya Eropa di beberapa bagian bangunan. Diperkirakan bentuk Pura Mangkunegaran yang sekarang ini dibangun oleh KGPAA Mangkunegara II yang memerintah antara tahun 1804-1866.
Di sini juga pengunjung diajak untuk menelurusi jejak sejarah dan peninggalan yang mengagumkan, karena selain bangunan yang indah, Pura Mangkunegaran juga menyimpan koleksi buku dan sastra. Semuanya tertata di Rekso Pustaka ( Rekso Pustoko, dalam lafal Jawa) yang dibangun oleh KGPAA Mangkunegoro IV, untuk menjaga khazanah ilmu yang berkembang di Pura Mangkunegaran.
Pura Mangkunegaran ini terletak di pusat kota Solo, sehingga mudah untuk dijangkau dengan berbagai sarana transportasi. Tepatnya terletak diantara Jl. Ronggo Warsito, Jl. Kartini, Jl. Siswa dan Jl. Teuku Umar.
Di sini juga pengunjung diajak untuk menelurusi jejak sejarah dan peninggalan yang mengagumkan, karena selain bangunan yang indah, Pura Mangkunegaran juga menyimpan koleksi buku dan sastra. Semuanya tertata di Rekso Pustaka ( Rekso Pustoko, dalam lafal Jawa) yang dibangun oleh KGPAA Mangkunegoro IV, untuk menjaga khazanah ilmu yang berkembang di Pura Mangkunegaran.
Pura Mangkunegaran ini terletak di pusat kota Solo, sehingga mudah untuk dijangkau dengan berbagai sarana transportasi. Tepatnya terletak diantara Jl. Ronggo Warsito, Jl. Kartini, Jl. Siswa dan Jl. Teuku Umar.
Sumber : www.disolo.com
Kampoeng Batik Laweyan Solo
Laweyen adalah salah satu sentral Batik di Solo. Kampung ini Tentunya ada banyak sekali sejarah yang tertinggal di kapung ini dan menjadi icon Batik Solo
Batik merupakan hasil karya seni tradisional yang banyak ditekuni masyarakat Laweyan. Sejak abad ke-19 kampung ini sudah dikenal sebagai kampung batik. Itulah sebabnya kampung Laweyan pernah dikenal sebagai kampung juragan batik yang mencapai kejayaannya di era tahun 70-an. Menurut Alpha yang juga pengelola Batik Mahkota,
Di kawasan Laweyan ada Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Batikan, dan Jongke, yang penduduknya banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai sekarang. Di sinilah tempat berdirinya Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para produsen dan pedagang batik pribumi, pada tahun 1912.
Bekas kejayaan para saudagar batik pribumi tempo doeloe yang biasa disebut ‘Gal Gendhu’ ini bisa dilihat dari peninggalan rumah mewahnya. Di kawasan ini, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik.
Kawasan Laweyan dilewati Jalan Dr Rajiman, yang berada di poros Keraton Kasunanan Surakarta – bekas Keraton Mataram di Kartasura. Dari Jalan Dr Rajiman ini, banyak terlihat tembok tinggi yang menutupi rumah-rumah besar, dengan pintu gerbang besar dari kayu yang disebut regol. Sepintas tak terlalu menarik, bahkan banyak yang kusam. Tapi begitu regol dibuka, barulah tampak bangunan rumah besar dengan arsitektur yang indah. Biasanya terdiri dari bangunan utama di tengah, bangunan sayap di kanan-kirinya, dan bangunan pendukung di belakangnya, serta halaman depan yang luas.
Dengan bentuk arsitektur, kemewahan material, dan keindahan ornamennya, seolah para raja batik zaman dulu mau menunjukkan kemampuannya untuk membangun istananya, meski dalam skala yang mini. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah rumah besar bekas saudagar batik yang terletak di pinggir Jalan Dr Rajiman, yang dirawat dan dijadikan homestay Roemahkoe yang dilengkapi restoran Lestari.
Tentu saja tak semuanya bisa membangun “istana” yang luas, karena di kanan-kirinya adalah lahan tetangga yang juga membangun “istana”-nya sendiri-sendiri. Alhasil, kawasan ini dipenuhi dengan berbagai istana mini, yang hanya dipisahkan oleh tembok tinggi dan gang-gang sempit. Semangat berlomba membangun rumah mewah ini tampaknya mengabaikan pentingnya ruang publik. Jalan-jalan kampung menjadi sangat sempit. Terbentuklah banyak gang dengan lorong sempit yang hanya cukup dilewati satu orang atau sepeda motor.
Tapi di sinilah uniknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi rumah-rumah kuno ini sangat mengasyikkan. Kita seolah berjalan di antara monumen sejarah kejayaan pedagang batik tempo doeloe. Pola lorong-lorong sempit yang diapit tembok rumah gedongan yang tinggi semacam ini juga terdapat di kawasan Kauman, Kemlayan, dan Pasar Kliwon. Karena mengasyikkan, menelusuri lorong-lorong sejarah kejayaan Laweyan yang eksotis ini bisa menghabiskan waktu. Apalagi jika Anda melongok ke dalam, melihat isi dan keindahan ornamen semua “istana” di kawasan ini.
Tapi sayangnya satu per satu bangunan kuno yang berarsitektur cantik, hancur digempur zaman, digantikan ruko atau bangunan komersial baru yang arsitekturnya sama sekali tidak jelas. Pemerintah daerah setempat tak bertindak apa pun menghadapi kerusakan artefak sejarah ini. Bahkan bekas rumah Ketua Sarekat Dagang Islam H. Samanhoedi, yang seharusnya dilindungi sebagai saksi sejarah, sudah tidak utuh lagi, bagian depannya digempur habis. Bekas istana Mataram di Kartasura juga dibiarkan hancur berantakan.
Batik merupakan hasil karya seni tradisional yang banyak ditekuni masyarakat Laweyan. Sejak abad ke-19 kampung ini sudah dikenal sebagai kampung batik. Itulah sebabnya kampung Laweyan pernah dikenal sebagai kampung juragan batik yang mencapai kejayaannya di era tahun 70-an. Menurut Alpha yang juga pengelola Batik Mahkota,
Di kawasan Laweyan ada Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Batikan, dan Jongke, yang penduduknya banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai sekarang. Di sinilah tempat berdirinya Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para produsen dan pedagang batik pribumi, pada tahun 1912.
Bekas kejayaan para saudagar batik pribumi tempo doeloe yang biasa disebut ‘Gal Gendhu’ ini bisa dilihat dari peninggalan rumah mewahnya. Di kawasan ini, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik.
Kawasan Laweyan dilewati Jalan Dr Rajiman, yang berada di poros Keraton Kasunanan Surakarta – bekas Keraton Mataram di Kartasura. Dari Jalan Dr Rajiman ini, banyak terlihat tembok tinggi yang menutupi rumah-rumah besar, dengan pintu gerbang besar dari kayu yang disebut regol. Sepintas tak terlalu menarik, bahkan banyak yang kusam. Tapi begitu regol dibuka, barulah tampak bangunan rumah besar dengan arsitektur yang indah. Biasanya terdiri dari bangunan utama di tengah, bangunan sayap di kanan-kirinya, dan bangunan pendukung di belakangnya, serta halaman depan yang luas.
Dengan bentuk arsitektur, kemewahan material, dan keindahan ornamennya, seolah para raja batik zaman dulu mau menunjukkan kemampuannya untuk membangun istananya, meski dalam skala yang mini. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah rumah besar bekas saudagar batik yang terletak di pinggir Jalan Dr Rajiman, yang dirawat dan dijadikan homestay Roemahkoe yang dilengkapi restoran Lestari.
Tentu saja tak semuanya bisa membangun “istana” yang luas, karena di kanan-kirinya adalah lahan tetangga yang juga membangun “istana”-nya sendiri-sendiri. Alhasil, kawasan ini dipenuhi dengan berbagai istana mini, yang hanya dipisahkan oleh tembok tinggi dan gang-gang sempit. Semangat berlomba membangun rumah mewah ini tampaknya mengabaikan pentingnya ruang publik. Jalan-jalan kampung menjadi sangat sempit. Terbentuklah banyak gang dengan lorong sempit yang hanya cukup dilewati satu orang atau sepeda motor.
Tapi di sinilah uniknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi rumah-rumah kuno ini sangat mengasyikkan. Kita seolah berjalan di antara monumen sejarah kejayaan pedagang batik tempo doeloe. Pola lorong-lorong sempit yang diapit tembok rumah gedongan yang tinggi semacam ini juga terdapat di kawasan Kauman, Kemlayan, dan Pasar Kliwon. Karena mengasyikkan, menelusuri lorong-lorong sejarah kejayaan Laweyan yang eksotis ini bisa menghabiskan waktu. Apalagi jika Anda melongok ke dalam, melihat isi dan keindahan ornamen semua “istana” di kawasan ini.
Tapi sayangnya satu per satu bangunan kuno yang berarsitektur cantik, hancur digempur zaman, digantikan ruko atau bangunan komersial baru yang arsitekturnya sama sekali tidak jelas. Pemerintah daerah setempat tak bertindak apa pun menghadapi kerusakan artefak sejarah ini. Bahkan bekas rumah Ketua Sarekat Dagang Islam H. Samanhoedi, yang seharusnya dilindungi sebagai saksi sejarah, sudah tidak utuh lagi, bagian depannya digempur habis. Bekas istana Mataram di Kartasura juga dibiarkan hancur berantakan.
Serabi Notosuman Khas Solo
Serabi Notosuman sangat terkenal, terletak di daerah Notosuman, dibuat sejak tahun 20-an. Seolah tak ketinggalan jaman, banyak pendatang membeli untuk dijadikan oleh-oleh. Rasanya gurih berasal dari santan kelapa, dengan pilihan taburan coklat di atasnya.
Karena ramainya pembeli, disarankan Anda memesan dahulu lewat telepon, namun harus diambil tepat waktu menurut perjanjian, jika terlambat, Anda akan kecewa karena serabi Anda telah dijual kepada orang lain. Harganya lebih mahal dibanding serabi yang dijual di pinggir jalan Slamet Riyadi, karena memang rasanya beda, lebih gurih dan manis, dan tahan hingga 24 jam.
Siapa yang tak kenal serabi solo? Saking terkenalnya penganan yang satu ini selalu menjadi buah tangan saat berkunjung ke kota tersebut. Salah satu penjual serabi yang terkenal adalah serabi Notosuman. Selain enak, legit, juga telah terjamin kehalalannya!
Di kota Solo memang banyak pembuat serabi, namun yang paling terkenal adalah Serabi Notosuman. Saking terkenalnya bahkan namanya sudah melagenda melebihi nama daerah tempat serabi tersebut berasal – Notosuman yang kini telah berganti nama menjadi Jl. Mohammad Yamin.
Serabi terbuat dari bahan dasar tepung beras dan santan. Oleh karena itu pula serabi ini hanya mampu bertahan selama 24 jam alias satu hari lamanya. Bentuknya yang bulat dengan taburan areh diatasnya memberi aksen gurih dan khas pada serabi Notosuman tersebut.
Ada dua toko penjual Serabi Notosuman yang terletak di Jl. Mohammad Yamin tersebut. Masing-masing dikenal sebagai serabi bungkus hijau dan serabi bungkus orange – meski begitu keduanya sama-sama berasal dari keturunan yang sama dari Hoo Gek Hok si perintis Serabi Notosuman sejak tahun 1923.
Serabi solo bungkus hijau dikenal sebagai Serabi Notosuman Ny. Lydia. Lydiawati merupakan pemilik toko serabi dan sekaligus merupakan generasi ke-3 dari Serabi Notosuman. Meski berada di jalan yang sama dan menjual produk yang sama, ia mengaku tidak saling bersaing dengan serabi bungkus orange milik saudaranya.
Yang membuat keduanya berbeda, Serabi Notosuman Ny. Lydia telah terjamin kehalalannya karena telah dilengkapi sertifikat halal. Kini dengan sertifikat halal yang dimilikinya, ia pun makin mantap dan yakin dalam menjawab keraguan para pelanggannya. Bahkan pembeli akan semakin merasa aman dengan logo halal yang terpampang di billboard tokonya.
“Saya bertanggung jawab dengan bahan-bahan dan kualitas serabi ini sehingga langkah sertifikasi halal penting. Dengan itu saya tidak hanya bertanggung jawab pada konsumen tetapi juga pada Tuhan,” ujar Lydia kepada Jurnal Halal.
Banyak pelanggan yang datang lantas tak membuatnya berpuas diri. Ia pun melakukan penyempurnaan pada tokonya dengan melakukan pemisahan ruang produksi dan ruang toko untuk melayani para konsumen, sesuai dengan peraturan pemerintah.
Untuk melayani para pelanggannya Serabi Notosuman sudah mulai membuka tokonya sejak pukul 3 pagi. Para langganannya pun sangat beragam mulai dari pelajar, ibu rumah tangga, wisatawan, hingga para pejabat. Nah, kalau berkunjung ke Solo jangan lewatkan mencicipi serabi Notosuman ya?
Serabi Notosuman
Jl. Mohhamad Yamin No.28
Solo
Telp: 0271-651 852/634433
Karena ramainya pembeli, disarankan Anda memesan dahulu lewat telepon, namun harus diambil tepat waktu menurut perjanjian, jika terlambat, Anda akan kecewa karena serabi Anda telah dijual kepada orang lain. Harganya lebih mahal dibanding serabi yang dijual di pinggir jalan Slamet Riyadi, karena memang rasanya beda, lebih gurih dan manis, dan tahan hingga 24 jam.
Siapa yang tak kenal serabi solo? Saking terkenalnya penganan yang satu ini selalu menjadi buah tangan saat berkunjung ke kota tersebut. Salah satu penjual serabi yang terkenal adalah serabi Notosuman. Selain enak, legit, juga telah terjamin kehalalannya!
Di kota Solo memang banyak pembuat serabi, namun yang paling terkenal adalah Serabi Notosuman. Saking terkenalnya bahkan namanya sudah melagenda melebihi nama daerah tempat serabi tersebut berasal – Notosuman yang kini telah berganti nama menjadi Jl. Mohammad Yamin.
Serabi terbuat dari bahan dasar tepung beras dan santan. Oleh karena itu pula serabi ini hanya mampu bertahan selama 24 jam alias satu hari lamanya. Bentuknya yang bulat dengan taburan areh diatasnya memberi aksen gurih dan khas pada serabi Notosuman tersebut.
Ada dua toko penjual Serabi Notosuman yang terletak di Jl. Mohammad Yamin tersebut. Masing-masing dikenal sebagai serabi bungkus hijau dan serabi bungkus orange – meski begitu keduanya sama-sama berasal dari keturunan yang sama dari Hoo Gek Hok si perintis Serabi Notosuman sejak tahun 1923.
Serabi solo bungkus hijau dikenal sebagai Serabi Notosuman Ny. Lydia. Lydiawati merupakan pemilik toko serabi dan sekaligus merupakan generasi ke-3 dari Serabi Notosuman. Meski berada di jalan yang sama dan menjual produk yang sama, ia mengaku tidak saling bersaing dengan serabi bungkus orange milik saudaranya.
Yang membuat keduanya berbeda, Serabi Notosuman Ny. Lydia telah terjamin kehalalannya karena telah dilengkapi sertifikat halal. Kini dengan sertifikat halal yang dimilikinya, ia pun makin mantap dan yakin dalam menjawab keraguan para pelanggannya. Bahkan pembeli akan semakin merasa aman dengan logo halal yang terpampang di billboard tokonya.
“Saya bertanggung jawab dengan bahan-bahan dan kualitas serabi ini sehingga langkah sertifikasi halal penting. Dengan itu saya tidak hanya bertanggung jawab pada konsumen tetapi juga pada Tuhan,” ujar Lydia kepada Jurnal Halal.
Banyak pelanggan yang datang lantas tak membuatnya berpuas diri. Ia pun melakukan penyempurnaan pada tokonya dengan melakukan pemisahan ruang produksi dan ruang toko untuk melayani para konsumen, sesuai dengan peraturan pemerintah.
Untuk melayani para pelanggannya Serabi Notosuman sudah mulai membuka tokonya sejak pukul 3 pagi. Para langganannya pun sangat beragam mulai dari pelajar, ibu rumah tangga, wisatawan, hingga para pejabat. Nah, kalau berkunjung ke Solo jangan lewatkan mencicipi serabi Notosuman ya?
Serabi Notosuman
Jl. Mohhamad Yamin No.28
Solo
Telp: 0271-651 852/634433
Langganan:
Postingan (Atom)