Desa Wisata Batik Kliwonan
Foto Model Dengan Batik Khas Sragen |
Dunia mode dan fashion rasanya sudah tidak asing lagi dengan batik. Menyebut batik, ingatan seseorang akan melayang pada secarik kain dan pakaian khas Indonesia. Khususnya Pekalongan, Surakarta, dan Yogyakarta. Tiga kota itu selama ini lebih dikenal oleh para pecinta busana sebagai sentra penghasil batik. Namun jika ditelusuri lebih jauh, pusat-pusat produksi batik pun dapat ditemukan di daerah lain di Jawa Tengah.
Kabupaten Sragen, misalnya, adalah sentra produksi batik terbesar setelah Pekalongan dan Surakarta. Di Sragen, terdapat dua sub sentra batik yakni Kecamatan Plupuh dan Masaran. Dua sub sentra tersebut memiliki beberapa desa penghasil batik. Letak mereka pun berdekatan, saling berseberangan di sisi utara dan selatan Sungai Bengawan Solo.
Desa-desa di utara sungai adalah Jabung dan Gedongan yang masuk wilayah Kecamatan Plupuh. Mereka hanya berjarak sepelemparan batu dengan Desa Pilang, Sidodadi, dan Kliwonan. Tiga desa yang disebut terakhir terletak di selatan Bengawan Solo dan berada dalam wilayah Kecamatan Masaran.
Karena berada di pinggiran sungai atau kali –dalam bahasa Jawa, industri Batik di kawasan tersebut juga dikenal dengan sebutan Batik Girli (Pinggir Kali). Di dua sub sentra batik tersebut terdapat 4.817 perajin batik dengan menyerap sekurangnya 7.072 tenaga kerja.
Sebagian besar perajin batik tinggal di desa Kliwonan. Kuantitas produksi batik yang dihasilkan perajin Kliwonan pun paling besar. Oleh sebab itu, kawasan penghasil batik di Sragen kemudian lebih dikenal dengan sebutan sentra batik Kliwonan. Pemerintah Kabupaten Sragen lalu menetapkan sentra batik itu sebagai kawasan wisata terpadu, yang dinamakan Desa Wisata Batik Kliwonan. Desa Kliwonan sekaligus diditetapkan menjadi pusat pengembangan, pelatihan, dan pemasaran batik.
Desa wisata batik terletak 13 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan telah dilengkapi dengan infrastruktur dan sarana publik yang memadai.
Di sepanjang jalan menuju lokasi desa wisata yang terletak 4 kilometer dari jalan besar itu, pengunjung akan disuguhi hamparan persawahan dan rumah penduduk yang tertata rapi.
Kala tiba di desa wisata batik, pelancong tidak hanya dapat berbelanja.
Wisatawan juga dapat melihat proses pembatikan, seperti proses penjemuran, pewarnaan, pemberian motif, pelapisan dengan sejenis parafin, dan pembatikan.
Para pelancong yang berminat tinggal beberapa hari dapat menginap di rumah-rumah penduduk yang telah disulap menjadi homestay. Perjalanan wisata ini dapat menyuguhkan pengalaman yang tak terlupakan. Sebab, wisatawan dapat memperoleh cukup waktu untuk belajar membatik sembari menikmati kehidupan warga pedesaan khas Sragen. idak cuma melihat proses pembuatan batik, pelancong pun boleh ikut menjajal menggoreskan canting -semacam pena untuk melukis batik- ke atas kain mori. Wisatawan juga akan dikenalkan jenis-jenis kain batik dan motif yang dituangkan pada kain. Jika tak keberatan untuk berbasah dan berkotor-kotor sedikit, para penikmat perjalanan wisata bolehlah terjun ke dalam kolam pewarnaan. Bersama juru warna kain, wisatawan akan diajarkan mencelup dan mewarnai kain.
Kabupaten Sragen, misalnya, adalah sentra produksi batik terbesar setelah Pekalongan dan Surakarta. Di Sragen, terdapat dua sub sentra batik yakni Kecamatan Plupuh dan Masaran. Dua sub sentra tersebut memiliki beberapa desa penghasil batik. Letak mereka pun berdekatan, saling berseberangan di sisi utara dan selatan Sungai Bengawan Solo.
Desa-desa di utara sungai adalah Jabung dan Gedongan yang masuk wilayah Kecamatan Plupuh. Mereka hanya berjarak sepelemparan batu dengan Desa Pilang, Sidodadi, dan Kliwonan. Tiga desa yang disebut terakhir terletak di selatan Bengawan Solo dan berada dalam wilayah Kecamatan Masaran.
Karena berada di pinggiran sungai atau kali –dalam bahasa Jawa, industri Batik di kawasan tersebut juga dikenal dengan sebutan Batik Girli (Pinggir Kali). Di dua sub sentra batik tersebut terdapat 4.817 perajin batik dengan menyerap sekurangnya 7.072 tenaga kerja.
Sebagian besar perajin batik tinggal di desa Kliwonan. Kuantitas produksi batik yang dihasilkan perajin Kliwonan pun paling besar. Oleh sebab itu, kawasan penghasil batik di Sragen kemudian lebih dikenal dengan sebutan sentra batik Kliwonan. Pemerintah Kabupaten Sragen lalu menetapkan sentra batik itu sebagai kawasan wisata terpadu, yang dinamakan Desa Wisata Batik Kliwonan. Desa Kliwonan sekaligus diditetapkan menjadi pusat pengembangan, pelatihan, dan pemasaran batik.
Desa wisata batik terletak 13 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan telah dilengkapi dengan infrastruktur dan sarana publik yang memadai.
Di sepanjang jalan menuju lokasi desa wisata yang terletak 4 kilometer dari jalan besar itu, pengunjung akan disuguhi hamparan persawahan dan rumah penduduk yang tertata rapi.
Kala tiba di desa wisata batik, pelancong tidak hanya dapat berbelanja.
Wisatawan juga dapat melihat proses pembatikan, seperti proses penjemuran, pewarnaan, pemberian motif, pelapisan dengan sejenis parafin, dan pembatikan.
Para pelancong yang berminat tinggal beberapa hari dapat menginap di rumah-rumah penduduk yang telah disulap menjadi homestay. Perjalanan wisata ini dapat menyuguhkan pengalaman yang tak terlupakan. Sebab, wisatawan dapat memperoleh cukup waktu untuk belajar membatik sembari menikmati kehidupan warga pedesaan khas Sragen. idak cuma melihat proses pembuatan batik, pelancong pun boleh ikut menjajal menggoreskan canting -semacam pena untuk melukis batik- ke atas kain mori. Wisatawan juga akan dikenalkan jenis-jenis kain batik dan motif yang dituangkan pada kain. Jika tak keberatan untuk berbasah dan berkotor-kotor sedikit, para penikmat perjalanan wisata bolehlah terjun ke dalam kolam pewarnaan. Bersama juru warna kain, wisatawan akan diajarkan mencelup dan mewarnai kain.
Koleksi Batik Khas Sragen |
Wisatawan juga dapat mempelajari sejarah dan asal usul batik di Indonesia dan lahirnya batik khas Sragen itu sendiri. Gaya batik
Sragen awal mulanya identik dengan batik Surakarta, terutama di era 80-an. Ini tak mengherankan, sebab para pionir kerajinan batik di Sragen umumnya pernah bekerja sebagai buruh batik di perusahaan milik juragan batik Surakarta. Namun kemudian, batik Sragen berhasil membentuk ciri khas yang berbeda dari gaya Yogyakarta dan Surakarta. Batik gaya Yogyakarta umumnya memiliki dasaran –atau sogan– putih dengan motif bernuansa hitam atau warna gelap. Corak Yogyakarta ini biasa disebut batik latar putih atau putihan. Beda lagi dengan batik gaya Surakarta, biasanya memiliki warna dasaran gelap dengan motif bernuansa putih. Biasa disebut batik latar hitam atau ireng. Batik Yogyakarta dan Surakarta juga lebih kuat dalam mempertahankan motif gaya kraton yang telah menjadi patokan baku, misalnya parang,kawung, sidodrajat, sidoluhur, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan batik Pekalongan? Batik dari daerah pesisir utara Jawa itu biasanya berlatar warna cerah mencolok. Motif batik yang digoreskan umumnya berukuran kecil-kecil dengan jarak yang rapat. Beda dengan batik Sragen.
Lahirnya motif tersebut tidak lepas dari pengaruh karakter masyarakat Sragen yang pada dasarnya terbuka dan blak-blakan dalam mengekspresikan isi hati.
Batik Sragen lebih kaya dengan ornamen flora dan fauna. Ada kalanya dikombinasi dengan motif baku. Jadilah, motif tumbuhan atau hewan yang disusupi motif baku seperti parang, sidoluhur, dan lain sebagainya. Belakangan ini beberapa perajin mulai mencoba menelurkan motif baru yang isinya merekam aktivitas keseharian masyarakat. Guratan motif batik Sragen dewasa ini cenderung menyiratkan makna secara tegas. Jauh lebih lugas ketimbang corak Yogyakarta dan Surakarta.
Di desa wisata batik Kliwonan, wisatawan dapat dengan mudah membedakan batik Sragen dengan motif batik dari daerah lainnya. Para perajin batik di Kliwonan biasa menuangkan karyanya ke berbagai jenis kain dengan berbagai teknik produksi. Jenis kain yang digunakan antara lain sutera yang ditenun dengan mesin maupun manual, katun, dan primisma. Perajin di Sragen umumnya memproduksi batik dengan teknik tulis, cap, printing, dan kombinasinya. Namun, sebagian besar perajin masih mempertahankan teknik tulis di atas kain primisma. Teknik tradisional ini menunjukkan kemampuan luar biasa batik tulis Sragen dalam bertahan di era modern ini. Masih dipegangnya cara tradisional para pembatik di kawasan Kliwonan ini merupakan eksotisme yang langka dijumpai. Inilah daya tarik desa wisata batik Kliwonan.
Soal daya saing batik Sragen memang bukan isapan jempol semata. Walaupun berupa industri rumahan dan berlokasi di pedesaan, kapasitas produksi batik yang dihasilkan tidak bisa dianggap enteng. Lihat saja, produksi batik jenis katun yang dihasilkan pada 2005 mampu menembus angka 50.000 potong, sementara batik jenis sutera dari alat tenun bukan mesin mencapai 365.000 potong. Tak mengherankan apabila Sragen mampu membayang-bayangi Pekalongan dan Surakarta sebagai daerah produsen batik.
Toh, kesuksesan tersebut tidak lantas membuat para perajin batik menjadi lupa diri. Masyarakat sentra batik Girli itu dikenal sebagai komunitas yang religius. Mereka juga dikenal ramah, sopan, dan terbuka terhadap tamu. Ajaran Islam -agama mayoritas penduduk sentra batik Girli untuk memuliakan tamu yang disampaikan turun temurun oleh pendahulu mereka benar-benar dipegang teguh. Bahkan, jika beruntung, wisatawan akan menjumpai sambutan yang unik; hidangan daging ayam yang digoreng utuh. Tradisi ini merupakan simbol penghormatan dan ucapan selamat datang kepada para tamu atau orang asing yang dinilai bermaksud baik.
Kebiasaan uluk salam dan saling menyapa di antara penduduk, maupun kepada orang asing masih jamak ditemui di kawasan itu. Mereka pun begitu ringan tangan membantu tetangganya yang ditimpa kesusahan. Jadi jangan kaget, bila Anda berkunjung ke desa batik Kliwonan suatu saat nanti, bakal disambut penuh kehangatan. Dengan salam khas wong ndeso yang tulus dan menentramkan; Monggo pinarak, sederek…”, artinya, ”mari singgah, saudaraku”.
Galeri Batik Sukowati dan Sentra Bisnis Batik Sragen
Galleri Batik Sukowati dan Sentra Bisnis Batik Sragen (SBBS) terletak di jantung kota Sragen, hanya beberapa puluh langkah kaki dari kantor Pemerintahan Kabupaten. SBBS dan Galeri Batik Sukowati merupakan pusat perbelanjaan dan sirkulasi kerajinan batik Sragen. Dua lokasi itu merupakan gerai penjualan para pelaku bisnis di bidang industri batik.
Harga produk-produk batik di dua gerai itu sengaja dirancang agar terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dua gerai itu akhirnya menjadi pusat perbelanjaan batik yang mampu diakses masyarakat ekonomi lemah maupun golongan kaya. Untuk menarik pembeli dan mengembangkan pasar, di SBBS dan Galeri Batik Sukowati kerap diadakan bazaar batik dan acara yang bertema batik khas Sragen.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
menarik,,selain edukatif,, juga sabagai sarana refreshing..
BalasHapus