Tata Upacara Mantu

1. Pasang Tarup
Pada umumnya bangunan rumah yang tidak besar (tidak luas), tidak dapat menampung jumlah tamu yang banyak, oleh karena itu dibuat bangunan tambahan. Agar suasana perjamuan tampak indah, serasi dan semarak, bangunan tambahan tersebut dihias dengan gaba-gaba, berupa janur (daun kelapa yang masih muda), pelisir pare-anom (hijau kuning) atau gula-kelapa (merah putih) dan sebagainya. Pemasangan bangunan tambahan, gaba-gaba beserta ragam hiasnya tersebut disebut tarup.

Pasang tarup merupakan awal kegiatan peralatan mantu. Berbarengan dengan tarup tersebut disertakan upacara selamatan (wilujengan) yang berisi doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Rosulullah dan para leluhur, agar perhelatan perkawinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat sehingga tercapai apa yang diharapkan.

Hal yang disiapkan adalah selamatan rasulan, nasi asahan, nasi golong, ketan, kolak dan apem.

2. Upacara Buangan (Bucalan, Jawa)
Pengadaan sesaji untuk roh halus (yang baik maupun yang tidak baik) agar menjaga segala penjuru bumi, sumber air, kekayuan besar dan lain sebagainya, sehingga tidak ada yang mengganggu bahkan diharapkan membantu. Macam buangannya adalah pecok bakal dan gecok mentah.

3. Menyiagakan Beras Di Pedaringan
Bapak dan ibu yang akan mengadakan mantu agar menyiagakan beras menyiapkan diri dengan berpakaian Jawa. Ibu mengenakan kain tuluh watu dan kebaya lurik. Ibu menggendong bakul (tenggok) berisi beras, sedangkan bapak mendampinginya. Keduanya masuk ke dalam rumah terus menuju ke pedaringan (tempat menyimpan beras keluarga) untuk memasukkan beras (nyinggahaken wos = memasukkan atau menyiagakan beras yang akan digunakan untuk keperluan mantu).

4. Upacara Tanak Nasi
Ibu dengan dibantu bapak, mengambil beras dari pedaringan terus dibawa ke sumur. Bapak mengambilkan air. Ibu mencuci beras (mususi). Beras dibawa ke dapur. Bapak menyalakan api dapur. Ibu memasukkan beras ke dalam kukusan (kerucut nasi). Itulah upacara menanak nasi. Setelah itu kegiatan menanak nasi dilanjutkan orang lain.

5. Pasang Tuwuhan
Pemasangan tuwuhan (tumbuhan) mengandung maksud agar kedua mempelai di kemudian hari dapat dikaruniai tuwuh (keturunan) yang baik, yakni manusia utama.

a. Tempat Pemasangan
Tuwuhan dipasang di muka rumah dan di pintu kamar mandi tempat bermandi pengantin (siraman).

b. Jenis Tetumbuhan
Diambilkan dari tetumbuhan yang dipandang mempunyai nilai atau arti yang baik, antara lain :

- Setandan pisang suluhan, lengkap dedngan batangnya (suluh=matang di batang, tidak diperam). Dipasang di muka pintu rumah tempat menyelenggarakan perhelatan. Hal ini bermaksud, mudah-mudahan bagi yang punya kerja dapat memiliki hati yang terang dan roman yang cerah.

- Cengkir gading (kelapa muda warna gading/kuning), menunjukkan pikiran yang cerah penuh kemantaban.

- Tebu wulung batangan, melambangkan jiwa yang disertai keteguhan pendirian.

- Daun keluwih seikat, mudah-mudahan penyelenggaraan perhelatan tidak kekukrangan suatu apa, ,bahkan diharapkan serba lebih.

- Daun ilalang, semoga tidak ada hambatan atau halangan suatu apa.

- Daun apa-apa, agar terhindar dari kesukaran atau gangguan yang berupa apapun juga.

- Padi seikat, bersama.

- Dahan dan bunga (bungkah buah kapas), semoga selalu sejahtera lahir batin, cukup sandang cukup pangan.

- Ranting dan daun beringin, semoga selalu mendapatkan perlindungan (pangayoman).

- Pengaron berisi kembang setaman, ditempatkan di bawah tuwuhan. Itu sebagai suatu penghormatan terhadap Dewa penjaga wisma dan Dewi Sri (pengaron = keramik sebangsa kuali terbuat dari tanah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar